Jumat, 18 Oktober 2013

Si Gadis Desa Anak Petani


inilah cerita, tentang mai, si anak petani.yang menyadari, bahwa masa depan, bukan dengan ego saja.  Namanya mai...lebih lengkapnya khumaira, ya... nama yang begitu sederhana... sesederhana hidupnya didunia ini, dia hanyalah seorang gadis desa yang mencoba mencicipi elitnya dunia orang kota.
dia lahir tahun 1988, tepatnya di sleman jogjakarta, keluarganya bukanlah seorang keturunan kraton, ataupun orang yang berpendidikan tinggi, keluarganya hanyalah seorang petani biasa, namun orang tuanya tidak menginginkan perjalanan hidupnya seperty mereka yang hanyalah seorang petani, begitu besar kasih sayang orang tuanya pada dia hingga mereka rela hidup jauh dariku putri tunggal mereka, demi may dapat menuntut ilmu yang tinggi ayah dan ibunya menitipkan may pada saudaranya yang tinggal di kota.
ketika may berumur 11 tahun atau ketika dia mulai memasuki bangku sekolah menengah pertama sejak itu may mulai diasuh saudaranya dan meninggalkan orang tuanya di desa, rasanya berat meninggalkan mereka sendiri di desa, namun karana ini permintaan mereka may hanya bisa bilang “iya”,
ayah : “ uwis.. ojo nambah sedih ibu bapakmu ini, kabeh iki kanggo masa depanmu”
ibu : “ bapakmu bener, ibuk karo bapakmu mung isoh ndongakke lan nyengkuyung, ibu bapakmu mung pingin liat koe ki jadi orang yang sukses... ibuk bapak wes seneng”
meski may tinggal bersama saudaranya, namun semua kebutuhan may tetap orang tuanya yang memenuhi. Semua semakin membuat may merasa memiliki tanggung jawab atas kepercayaan serta mimpi mimpi indah mereka sebagai orang tuanya.
Enam tahun sedah berlalu, tahun 2006 may dinyatan lulus, rasanya saat itu tidak sabar lagi may untuk berbagi kebahagiaan dengan kedua orang tuanya di kampung yang sudah sekian lama tidak berjumpa.
Saat itu pula may kembali ke jogja, ternyata keadaan ekonomi orang tuanya semakin membaik. Semua semakin membuat orang tua may bertekat untuk menyekolahkan may ke jenjang yang lebih tinggi lagi,” hemmm rasanya senang sekali mendapat dukungan dari orang tua” begitu kata may. May pun semakin semangat.
Namun ternyata cita cita may dengan cita cita orang tuanya terhadap may sangat jauh berbeda bahkan bertolak belakang. Orang tua may menginginkan may menjadi seorang pendidik, sementara may sejak dulu slalu berkeinginnan untuk bisa terjun di dunia kesehatan.
Mulai saat itu may merasa semua hampa, may sempat menolak dan bersi keras untuk tetap melanjutkan sekolah di STIKES sesuai harapannya. Namun may mengingat pesan seseorang yang pernah menjadi gurunya “kamu bukan lagi seorang anak kecil, bertambah hari kamu akan bertambah dewasa dan sudah seharusnya kamu akan lebih mampu lagi untuk menentukan arah jalan hidupmu sendiri, kamu sudah mampu berfikir a b c mana yang baik dan tidak, mulailah berfikir tentang masa depan, jadikan masa depan sebagai tumpuan untuk menentukan arah di hari ini dan nanti, tunjukkan pada mereka bahwa tak selamanya kamu seperti yang mereka fikirkan, kamu bisa! Kamu bisa menjadi lebih baik” berikut yang slalu diingat may, juga Melihat semua pengorbanan dan kerja keras seorang ibu dan bapak, yang memeras keringat sedari menyambut sang fajar hingga menghantarkan sang surya kembali terbenam, may merasa sangat tidak pantas sekali jika dia membantah keinginan ayah ibunya terlebih mengecewakan mereka meski sesunguhnya sejak dulu tak ada keinginan may untuk menjadi seorang pendidik.
“Merekalah orang tuaku ayah dan ibuku, tak salah bahkan pastas sekali jika mereka menggantungkan mimpinya padaku, putri mereka. Kepada siapa lagi mereka harus menggantungkan mimpi mereka jika tidak padaku?” ucap may dalam lamunnya.
may slalu minta dalam doanya ketika itu “Tuhan..jika memang dunia pendidikan lebih baik untukku, masa depanku dan keluargaku, berikanlah aku keikhlasan untuk dapat menerima dan kelancaran dalam menjalaninya, terbaik dan terindah adalah milikMu segala bentuk perencanaan tetap Engkaulah yang berkehendak.” Sejak doa itu dilantunkannya.. sejak itu pula may semakin melangkah pasti di dunia pendidikan. may merasa ini adalah jawaban Tuhan.
Demi orang tua juga masa depannya may memantapkan langkah melanjutkan sekolahnya di salah satu universitas negri di jogjakarta dan yang pasti di fakultas pendidikan, walau sesungguhnya jauh sebelum itu may telah diterima di salah satu sekolah tinggi ilmu kesehatan. sejak saat itu may terus berusaha untuk menciptakan dan mewujudkan mimpi mimpi barunya menjadi seorang pendidik yang sukses.
Kurang lebih 4 tahun berlalu, dengan toga dikepalanya gelar sarjana pendidikanpun menyertai namanya. Ibu guru may yang terhormat kini menjadi nama kebesaran didunianya.
“ disitu may menyadari bahwa tak selamnya apa yang ada difikiran kita harus menjadi masa depan yang harus diwujudkan dengan ego saja, orang tua tak kan pernah menyesatkan masa depan anaknya, karna orang tua kita adalah diri kita” 

x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar